Senin, 04 April 2016

Ada apa dengan Dinda?


Dinda, ntah apa yang kau inginkan. Aku tak pernah lagi tanyakan. Sebab, tak ada inginmu menceritakan. Karena aku telah engkau campakkan. Aku hanya mengungkap rasa lewat kata yang mengalir begitu saja. Apakah ini hanya sangkaan rasa? Aku tidak tahu. Kini, aku hanya seseorang yang tak pernah berhenti untuk mengurai rasa hati. Menggores kan tinta dari cerita cinta yang kau ajari. Goresan lelaki atas  rasa yang kau singgahi, setelah lelah lalu kau pergi.

Dinda, mengapa hidup begitu menakutkan bagimu? Apakah aku tak cukup memperjuangkanmu? Bagaimana kamu bisa mengatakan aku hanya menyia nyiakanmu? Aku tak pernah mengira kata itu keluar darimu dinda. Aku pun tidak sadar bahwa ternyata aku telah melakukan hal diluar batasku untuk memperjuangkanmu. Melepaskanmu bukanlah hal mudah, ada rasa yang harus di paksa mengalah. Kamu tidak pernah tau tentang semuanya. Bagaimana mungkin kau tahu dinda, saat aku dalam masa sulit itu, kau lebih memilih mendekati lelaki lain.

Aku masih lelaki yang sama dinda. Masih bertahan untuk cinta yang sama. Hati yang sama, dan orang yang selalu sama.
Meski kamu tak pernah lagi mau bersama. Meski tak peduli atas rasa yang kau tinggal pergi. Aku masih lelaki yang setia, menyimpan harap cinta seperti saat kita se iya.
Ada apa denganmu dinda? Apakah dunia sekejam itu. Atau hatimu yang kejam?  Semoga ini hanya sangkaan rasa.

Ada apa dengan dinda? Untuk apa kau tanamkan cinta jika akhirnya hanya meluka. Untuk apa kau ajarkan setia, jika akhirnya kau pilih dia. Kau tusukkan benih benih setia di dasar jantungku, namun kau cabut paksa dari tubuhku. Kau tanamkan bulir rasa dalam dalam di hatiku, namun kau bunuh asa mata bathinku. Jika memang hanya meluka, mengapa kamu harus berdiam lama? Dinda, teramat sangat kamu melukaiku. Namun, aku tetap mencintaimu.

 

Jumat, 01 April 2016

#Secangkir Kopi



Kopi, banyak cara untuk menikmatinya. Berbagai cara untuk menyajikannya. Tapi kopi adalah kopi, yang memiliki rasa pahit. Bagaimanapun kamu mengemasnya, kamu tidak akan bisa menyembunyikan rasa pahitnya. karena kopi tetaplah kopi.

Bagaimana dengan hati yang di tinggal pergi. Hati tetaplah hati, bagaimanapun kamu mengemasnya ia tetaplah hati yang tersakiti. Tidak peduli wanita pun lelaki. Hati yang ditinggal pergi tetaplah memiliki rasa sendiri. Meninggalkan goresan abadi.

Untukku. Meskipun hati tetaplah hati. Namun, untuk ia yang pergi, akan selalu menetap dihati.  Meratui hati, sampai nanti. Sampai tak ada lagi rasa pahitnya kopi.

Daun


bulir embun pagi tak pernah takut meninggalkan daun indah di pagi hari
meski mentari memaksa ia harus pergi
daun nan indah pun tak pernah gusar pada mentari
meski sendiri, baginya pergi bukanlah pilihan hati

siapa sangka ada tetesan hujan berlabuh tiba tiba?
hujan, begitu menggoda untuk dedaunan dikala kemarau melanda
menyegarkan, menghibur duka nestapa
tentunya melepas dahaga, hingga meluluhkan setia
tapi daun setia bukanlah wanita yang seperti dia

lihatlah, pagi mana yang kau temui daunan tak berembun?
serumpun, dua rumpun bahkan pohon pohon rimbun
terlihat selalu anggun saat engkau terbangun
sejauh mata memandang, sejauh hati menjadi tertegun

duhai, bulir embun pagi nan malang
mentari begitu kuasa untuk kau tantang
hujan begitu perkasa untuk kau hadang
tapi..
beruntungnya dirimu, daun setia tetaplah menunggu
hingga malam malam datang, ia tetaplah menantimu

semua mengalir dengan seadanya,
karena setelah siang, akan datang malam - malam bersamanya
semua terjadi begitu saja
karena setelah siang akan ada malam malam bersahaja

daun setia, tetaplah bersama bulir embun pagi
genggam jiwa dan hati
jangan seperti perempuan setengah hati
saat lelah lalu pergi