Rabu, 30 Maret 2016

Ini Harimu, Tapi Ada Pilu Dalam Rindu


Jelas, sebagai insan perasa tidak akan pernah kisah ini luput dari kenangku. Bahkan seketika ia mengurai kembali kisah lama yang menjelma menjadi rindu. Hari itu, setahun silam. Sebuah romantika cinta yang kupersiapkan untukmu. Selalu ada skenario – skenario haru yang kupersiapkan untuk hari – hari special dalam hidupmu. Membuatmu menangis, tersedu. Meringis, teriris. Namun di saat itulah gelak memuncak. Dalam tangismu ada suatu keindahan tersendiri dalam bathinku. Kejutan. Masih ingat dengan lembaran – lembaran kisah ini dinda? Selalu ada kejutan dalam rajutan cinta, Ia sederhana. Namun begitu berharga, Kadang hanya lewat suara, atau diam yang lama. Hingga ku kunjungi kotamu, hari itu, setahun silam. 
Aku melihat raut wajah merona, bahagia. Baru kali ini aku melihatmu sebahagia ini. Sekali – kali aku mencuri, melirik senyummu. Kadang, tersungging merekah, terpesona dengan kehadiranku yang tiba – tiba di hadapmu. Kamu merasa berharga. Aku juga merasakan hal yang sama. Memang, tidak ada bungkusan mewah dengan harga wah. Ataupun ritual khusus bernuansa romantis. Hanya aku dan kamu di hari itu, setahun silam. Ya, bertahun – tahun kita bersama, belum pernah aku membersamaimu mengenang hari lahirmu. Jarak yang memaksa kita untuk itu. Namun rasa tetap mendamaikannya. Hingga, kurelakan lelah mengalah, ku paksakan waktu memberiku ruang untuk sebuah kenang yang tidak akan terulang. Hanya untuk mengunjungimu dan membawa kejutan sendu tapi merindu.

Hari ini pun tiba dinda. Kembali mengurai memori lama. Seperti sedia kala, aku menantikan hari ini. Mempersiapkan segala cara demi rasa bahagia untuk dinda. Meskipun sederhana, hatimu menerima, dengan suka hingga bahagia. Itulah kamu dinda, berbeda dengan mereka. Namun kali ini, bukan dirimu yang berbeda. Rasaku berbeda, semua dalam balutan rindu nan pilu, penuh semu yang tak menentu. Ingin ku buncahkan semua rasa rindu, bercerita dalam – dalam, bercanda hingga larut malam. Hingga jarum – jarum kecil di jam dinding itu, menyemangatiku. Seolah mengisyaratkan, ayolah ini hari bahagianya. Detak – detikny bagaikan gelitikan manja yang mendarat dibelakangku. Sepertinya ia tersenyum sambil tersipu. Ku balas dengan memandanginya. Terlihat, perlahan ia mendekati angka bertuliskan garis saling bersilang ditemani dua garis lurus berdiri tegak. Sempurna, aku bergumam kecil dalam hati. Mungkin detik – detik ini tidak akan ditunggu banyak orang, andaikan salah satu dari mereka tidak lagi saling mendamping. Entah apa jadinya? Bagaimana denganku saat kamu tak lagi bersedia seiring? Sejenak aku tersentak dari lamunan kecil ini. Detak detik jarum jam yang semakin mendekat, kembali menggoda sesaat. Ayoklah, sudah waktunya, saatnya kamu ucapkan doa untuk ia di hari ini.  Seperti ada semangat baru, harap baru nan haru. Pelan – pelan ingin kutuliskan sebuah pesan singkat untukmu. Ah, seketika detak jantungku mengikuti irama detak detik jarum itu, semakin kencang, nafasku terengah resah. Seperti ada pilu yang menyayat dalam – dalam. bathinku berkata bukan. Bukan aku lagi. Aku terdiam, dalam – dalam. Terenyuh rasa rindu yang mengelabu, rindu dalam balutan pilu.

Mungkin saat ini, adinda sedang tertawa mesra. Berdua dalam cerita asmara. Membuat ukiran baru diatas halaman goresan – goresan kisahku dulu. Hari ini, bukan aku lagi. bukan seperti hari kemaren, tepat setahun silam. Dalam larutnya malam, hatiku terbenam yang ntah sampai kapan bersahabat. Mungkin sampai aku tenggelam, menusuk rasa dalam kelam. Sejenak, senyum merona nan indah dari wajahmu terlintas. Menambah pilu. Ia bukan lagi untukku. Malam ini, kamu berikan untuknya. Iya kan dinda? Dalam diam, aku merasakan rasa kelam nan dalam , mengalahkan larutnya malam. Mungkin esok, mentari pagi tersenyum untuk memampah malam menghilangkan kelamnya. Tapi tidak denganku, mentari pagi tidak seromantis itu untuk kelamku. 

Perih. Kutahan agar ia tidak melahirkan dendam. Kusekat sekat dengan genggam agar aku tidak tenggelam dengan tetesan – tetesan kecil. Tetesan kecil yang lihai menelusuri dua celah dangkal di sisi dalam bola – bola mata ini. Kemudian ia menelusuri puncak hidung, meliuk – liuk mengitari lembah dibawahnya. Hingga bermuara sampai ke celah bibir. Rasa asam asin pun menusuk – nusuk di sisi sisi samping lidah. Begitu cepat aliran rasa ini, mengalir berserakan dalam tubuh. Menyusuri satu persatu bagiannya, ,menyengat. Bagaikan aliran listrik yang kapan saja bisa mematikan. 

Tidak. Luka yang belum sembuh, tidak akan ku bumbui dengan rasa asam asin itu. Tidak ada airmata malam ini. Hanya menambah perihnya saja. Ku tangguhkan diri, meskipun suasana berbeda. Karena aku ingin menahan rasa.
Ku bersimpuh, menengadahkan tangan, memanjatkan doa dalam lirih lirih pintaku. Ku tundukkan wajah. Tersungkur, jatuh, larut dalam do’a – do’a terbaik untukmu. Bahagia disana ya dinda. Semoga Allah menjagamu dihari yang semakin menuanya usiamu. Barakallahu..

March, 29th 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar